Minggu, 12 Juli 2009

Violence and destruction of tropical forests in Indonesia for paper

The paper industry in Indonesia will shy away from violence and rainforest destruction is not reset. Three Indonesian villagers had their resistance to acacia plantations of a subsidiary company of the APRIL Group now pay with his life.

Dede Kunaifi reports of the Indonesian environmental organization Kabut, at the invitation of ROBIN WOOD is currently traveling through Germany. Moreover Kunaifi warns that APRIL on the Kampar Peninsula in Sumatra further 45,000 hectares of tropical forests for new plantations destroying – with fatal consequences for small farmers and the natural environment in Indonesia, as well as for the global climate. He appeals to the customers in Europe, to renounce Indonesian paper. Copy paper from APRIL, in Germany from the wholesaler Papierunion under the brand name “Paper One” displaced.

Three killed, 16 injured and seven prisoners, that is the sad record of the village in Sumatra Tangun. The people there are fighting for 1,000 hectares of arable land, which is a subsidiary of APRIL (Asian Pacific Resources International Limited) under the nail has cracked. The group responded to the resistance of the village on 28 May 2009 with hostage-taking by his security forces. Because the village residents to these terrorist do not want to be liked, it came on the same day to a confrontation in which three people were killed and others wounded. The group alleges that the man had died from accidents. The Indonesian National Human Rights Commission gives the representation of the group, but no faith.

According to Dede Kunaifi Indonesian environmentalists and other circumstantial evidence all pointed out that the villagers were murdered. “Customers in Germany will know how the paper industry of violence against people and environment in our country act,” says Dede Kunaifi and asks: “Please refrain from paper from Indonesia.”

APRIL plans, even in other large areas of Sumatra rainforest destruction. The Kampar peninsula is one of the few remaining wooded areas in Sumatra. Ironically, in their wish Torfwald APRIL destroy 45,000 hectares, so space for more paper to create plantations. The consequences for the climate would be disastrous, because in the meter-thick Torfschichten are huge amounts of carbon stored by the clear cutting as a climate-damaging gas in the atmosphere. Because of this effect, Indonesia is now the world’s third largest emitter of carbon dioxide.

Given these predatory practices ROBIN WOOD has its own data according to the largest paper merchant, paper Union, since 2002, repeatedly asked, on paper of APRIL may be dispensed with. Papierunion previously denied this and insists always, the pulp for Paper One “comes solely from plantations and not from rainforest destruction. “Given the violence to paper plantations in Indonesia is such a cynical argument. We call Papierunion as well as all other traders on paper, on paper from Indonesia to renounce “said ROBIN WOOD-tropical Speaker Peter Gerhardt.

Depiction of the violent attacks on residents of the village on 28 Tangun May 2009

The inhabitants of the village in Sumatra Tangun are in conflict with the plantation company SSL (Sumatera Silva Lestari). They claim to 1,000 hectares of SSL concession area as their traditional land and SSL accuse them of this country to have robbed. SSL is a subsidiary of the APRIL Group and supplied to the Group-owned pulp and paper mill with RAPP plantation wood.
The villagers operated on the controversial land agriculture. The security of SSL responded on 28 May 2009 with the kidnapping of two people. That same day about 150 gathered in front of the villagers SSL headquarters to oppose the kidnapping to protest. They were quickly surrounded by SSL security forces and workers. It was a tense atmosphere in which a shot fell suddenly. Then the crowd ran in panic apart.

Three hours later the people gathered again in their village and said that 16 people were injured and three missing comrades. Two of them drove the following day on a dead-water pool by SSL. The third person was seriously injured and succumbed to found the next day these severe injuries.

SSL speaks of an accident, and claimed the two men were probably drowned in the pool. At the presentation of the company but does not fit, that the corpses showed severe injuries and had ausgeschlagene teeth.

The Indonesian National Human Rights Commission does a report in the magazine “Tempo” of 15 June 2009 the presentation of SSL and supports so that the representation of the villagers, that the victims of SSL people to death were placed.

On 29 May 2009 saw the police in Tangun around and did not investigate the deaths, but detained seven villagers because of unrest Foundation. These people are currently still in custody

Dede KunaifiHamburg, 18 June 2009
Source: ROBIN WOOD
http://www.extremnews.com/nachrichten/natur-und-umwelt/30ab128e843bd73

Selasa, 10 Maret 2009

Desa Sungai Rawa




Lihat di Google Earth

  1. Download : Desa Sungai Rawa.kmz (1 Kb)
  2. Download : Desa Sungai Rawa.kmz (5 Mb)

Catatan: Untuk Mendownload file google earth, anda harus terdaftar di Multiply.com dan terdaftar sebagai kontak di http://raff94.multiply.com/ , karena file nya dishare secara terbatas.

Rabu, 25 Februari 2009

Kebakaran Hutan Dan Lahan di Riau: Penyebab, Dampak dan Solusi bagi Penetapan Kawasan Rawan Bencana

Oleh
Raflis[1] dan Dede Khunaifi[2]
Yayasan Kabut Riau

Link Download

Pendahuluan
Setiap tahun terjadi kebakaran hutan dan lahan. Kejadian ini sudah menjadi issu penting dan merupakan sebuah rutinitas yang menghabiskan APBN dan APBD yang cukup besar jumlahnya untuk pemadaman kebakaran. Belum lagi kalau dihitung dampak kesehatan terhadap jutaan masyarakat yang terkena dampak dari asap yang ditimbulkan.

Sampai Saat ini penanggulangan kebakaran hutan sebatas upaya pemadaman api pada saat kebakaran terjadi. Sedangkan perencanaan menyeluruh belum dilakukan bahkan dalam konfrensi pers yang dilakukan wakil gubernur riau yang juga menjabat sebagai ketua pusdalkarhutha (Pusat pengendalian kebakaran hutan dan lahan) baru baru ini tidak menggambarkan perencanaan yang utuh dalam penaggulangan kebakaran hutan dan lahan.


Box 1 : Pernyataan Ketua Pusdalkarhutla terhadap kebakaran hutan dan lahan di riau Sebuah Pernyataan yang kontroversial.


Fakta Kebakaran Hutan dan lahan di Provinsi Riau.

Berdasarkan pantauan satelit Modis (Terra dan Aqua) Periode September 2000 sampai Juli 2008 di wilayah Provinsi Riau Dijumpai 57972 titik api yang terdistribusi ke dalam 12 kabupaten/ kota. Kejadian ini hampir setiap tahun berulang ditempat yang sama terutama pada kawasan bergambut.

Gambar 1 Distribusi Titik Api Periode September 2000 sampai Juli 2008

Sebaran Titik Api Berdasarkan Jenis Tanah

Gambar 2. Perbandingan Jumlah Titik api pada tanah gambut dan tanah Mineral

Titik api tersebar pada dua tipe tanah, yaitu tanah mineral dan tanah gambut. Dari 57027 titik api yang ditemukan 17259 titik api ditemukan pada tanah mineral atau 30,24% sedangkan 39813 atau 69,76% lainnya dijumpai pada tanah bergambut dengan kedalaman bervariasi. Lihat gambar 1 dan tabel 1

Tabel 1. Distribusi titik api pada kawasan bergambut.

Dari tabel diatas dapat kita lihat bahwa distribusi titik api paling banyak terdapat pada gambut dengan kedalaman 4 meter lebih dengan jumlah titik api ditemukan sebanyak 13909 atau 24,37%. Sedangkan paling kecil berada pada kawasan gambut dangkal dengan kedalaman kurang dari 0,5 meter dengan jumlah titik api sebanyak 239 buah atau 0,4%. Dalam beberapa regulasi telah ditegaskan bahwa kawasan bergambut dengan kedalama 3 meter atau lebih harus dilindungi. Regulasi yang mengatur itu diantaranya:

  1. Kepres No 32 tahun 1990 tentang kawasan lindung
  2. PP 26 tahun 2008 tentang rencana tata ruang wilayah nasional yang sebelumnya diatur dengan PP 47 tahun 1997.
  3. SK.101/Menhut-II/2004 tentang Percepatan Pembangunan Hutan Tanaman untuk Pemenuhan Bahan Baku Industri Pulp dan Kertas.
  4. Keputusan Menteri Kehutanan Nomor 246/Kpts-II/1996 tentang Pengaturan Tata Ruang Hutan Tanaman Industri
  5. UU No 12 Tahun 1992 tentang Sistem Budidaya Tanaman

Dalam implementasinya regulasi tentang perlindungan kawasan bergambut ini tidak dijalankan dengan sungguh sungguh, yang terjadi adalah Baik mentri, guberbur maupun bupati berlomba menerbitkan izin pemanfaatan ruang pada kawasan tersebut. Jadi tidaklah mengherankan kalau kebakaran hutan dan lahan sudah menjadi langganan tahunan di provinsi riau.

Kebakaran pada lahan gambut ini selalu berulang setiap tahun pada lokasi yang sama, ini menunjukkan bahwa pengelolaan lahan gambut memiliki resiko yang besar terhadap kebakaran. Hal ini dikarenakan oleh pembuatan kanal kanal sebagai drainase untuk pengeringan lahan gambut tersebut. Sehingga terjadi penurunan muka air tanah pada kawasan bergambut yang akhirnya berdampak pada kekeringan yang tinggi dan mudah terbakar baik disengaja maupun tidak.

Dibukanya lahan gambut oleh perusahaan besar berdampak nyata dengan kedatangan migran dan masyarakat lokal yang juga berlomba membuka lahan yang berdekatan dengan konsesi perusahaan karena telah dibuat akses jalan/ kanal sehingga memudahkan eksploitasi oleh masyarakat tempatan. Akibatnya terjadi pergeseran pola penggunaan lahan yang biasanya arif dan bijaksana oleh masyarakat ke pola pola destruktif.

Distribusi Titik api berdasarkan penguasaan lahan
Berdasarkan Pola penguasaan lahan atau izin pemanfaatan ruang maka titik api terdistribusi pada Kawasan Kelola masyarakat dan kawasan lindungKawasan yang telah diberikan hak pemanfaatan ruang (HTI dan Perkebunan)

Tabel 2. Distribusi Titik Api Berdasarkan Penguasaan Lahan

Dilihat dari pola penguasaan lahan maka distribusi titik api lebih banyak berada pada kawasan yang telah diberikan izin pemanfaatan ruang (HTI dan Perkebunan). Sekitar 60,88% sedangkan pada kawasan kelola masyarakat dan kawasan lindung hanya 39,12%

Dari porsi ini dapat secara jelas terlihat bahwa yang berkontribusi besar dalam melakukan kebakaran hutan adalah pemilik izin pemanfaatan ruang (HTI dan Perkebunan). Karena ketika izin tersebut diberikan oleh negara terhadap pemilik izin tersebut maka serta merta tanggung jawab negara dalam mengelola kawasan tersebut berpindah ketangan penerima izin, beserta dampak dampak yang ditimbulkannya. Posisi pemerintah dalam hal ini berada pada penegakan hukum lingkungan baik itu atas kesengajaan maupun kelalaian.

Fakta penegakan hukum yang dilakukan aleh aparat penegak hukum lebih cenderung pada petani skala kecil, yang melakukan pembakaran lahan utk bertani maupun berkebun. Sedangkan penegakan hukum terhadap pelanggaran yang dilakukan oleh koorporasi atau perusahaan sangat minim. Semenjak tahun 2000, Perusahaan yang divonis bersalah oleh pengadilan hanya 2 perusahaan yaitu PT Jatim jaya Perkasa dan PT Adei Plantation. Sedangkan gugatan lingkungan yang dilakukan oleh para aktifis lingkungan selalu kalah di pengadilan


Titik Api pada konsesi Perusahaan

Tabel 3 Distribusi Titik Api pada jenis konsesi

Dari tabel 3 dapat kita lihat bahwa titik api terbanyak dijumpai pada konsesi HTI, yaitu sekitar 20.353 atau sekitar 35,66% sedangkan pada konsesi perkebunan sebanyak 14395 titik api atau 25,22%.

Tabel 4. Sepuluh Konsesi HTI terbanyak yang terdeteksi memiliki titik api dari 68 perizinan HTI.

Tabel 5. Sepuluh titik api terbanyak pada konsesi perkebunan dari 157 perkebunan yang terdeteksi mempunyai titik api


Kebakaran berulang pada tempat yang sama (Studi kasus PT Bukit Batu Hutani Alam)

Jumlah titik api yang dijumpai Konsesi PT Bukit Batu Hutani Alam pada periode september 2000 sampai Juli 2008 adalah sebanyak 1704 atau 2,99% dari total titik api. Setiap tahun ditemukan titik api pada kawasan ini.

Gambar 3 Frekwensi titik api periode 2002-2008 Pada PT Bukit Batu Hutani Alam

Gambar 4 Distribusi Titik api pada PT Bukit Batu Hutani Alam


Penyebab Kebakaran Lahan Gambut

Pengelolaan lahan gambut pada umumnya dilakukan dengan cara membuat kanal sebagai upaya pengeringan lahan tersebut untuk ditanami tanaman pertanain, perkebunan maupun kehutanan. Akibat dari pembuatan kanal ini maka akan terjadi penurunan muka air pada kawasan gambut. Pada musim kemarau terjadi kekeringan pada permukaan gambut, sedangkan gambut dengan kadar air rendah akan sifatnya sangat mudah terbakar karena mempunya kandungan karbon yang cukup tinggi.

Gambar 5 Plang Nama Perusahaan Doc Kabut Riau 2005
Gambar 6 Lahan Gambut Bekas Terbakar Doc Kabut Riau 2005
Gambar 7Kanal Utama Sebagai Jalur Transportasi Doc: Kabut Riau 2005
Gambar 8Gambut Kering Doc: Kabut Riau 2005


Kawasan Rawan Bencana

Kalau dilihat dari pemakaian istilah “kebakaran hutan” kuranglah tepat. Yang tepat adalah “pembakaran hutan”. Kenapa? karena istilah pertama cenderung menghasilkan perngertian ketidaksengajaan dalam kejadian kebakaran. Padahal dengan kondisinya yang seperti itu, hutan, sangatlah tidak mungkin menciptakan kondisi dimana api dapat menyala secara alami. Olah karenanya, “pembakaran hutan” merupakan istilah yang sangat tepat. Dan yang dapat mengintervensi segitiga api adalah manusia.

Terjadinya kebakaran hutan dan lahan dengan karakteristik lahan yang sama setiap tahun. Beberapa dampak yang ditimbulkan diantaranya:

Box 2. Beberapa Dampak yang ditimbulkan dari kebakaran lahan antara lain:

Kawasan bergambut yang setiap tahun terjadi kebakaran hutan dan lahan menunjukkan bahwa kawasan tersebut telah gagal dikelola sebagai kawasan budidaya. Melihat dari besarnya dampak yang ditimbulkan sudah seharusnya dilakukan penanggulangan menyeluruh terhadap kebakaran ini dalam rencana tata ruang provinsi dengan menetapkan kawasan rawan kebakaran ini sebagai kawasan rawan bencana.


Kesimpulan:

  • Munculnya bencana asap di riau setiap tahun (periode 2000-2008) diakibatkan oleh izin pemanfaatan ruang yang diberikan terhadap perusahaan besar yang ada di provinsi riau dengan kontribusi titik api berjumlah sekitar 34748 atau 60,88%.
  • Kebakaran Terjadi Akibat degradasi lingkungan sebagai akibat dari pemberian izin pemanfaatan ruang pada kawasan yang berkategori lindung menurut kepres 32 tahun 1990, PP 47 tahun 1997 dan PP 26 tahun 2008.
  • Jumlah Titik api yang menimbulkan asap berada pada kawasan bergambut pada periode 200-2008 dengan jumlah titik api 39.813 atau 69,76% dari total titik api.
  • Penyebab dari kebakaran pada kawasan bergambut terjadi karena pembuatan drainase skala besar, sehingga mengganggu keseimbangan hidrologi pada kawasan gambut pada musim kemarau.
  • Terjadinya kebakaran berulang setiap tahun mengindikasikan bahwa pengelolaan kawasan bergambut gagal dikelola sebagai kawasan budidaya.
Saran:
  • Kawasan bergambut dengan kedalaman 3 meter atau lebih harus ditetapkan sebagai kawasan lindung dalam Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi (RTRWP) maupun Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten (RTRWK) sebagaimana yang diamanatkan Kepres No 32 Tahun 1990 dan PP 26 tahun 2008.
  • Kawasan Bergambut yang rawan terbakar atau terjadi kebakaran berulang setiap tahun sebaiknya ditetapkan sebagai kawasan rawan bencana dalam Rencana tata ruang Provinsi maupun kabupaten, serta dilakukan pemulihan fungsi hidrologi dengan menutup kanal kanal yang terdapat pada kawasan tersebut.
  • Seluruh Izin Pemanfaatan ruang yang berada pada kawasan bergambut dengan kedalaman 3 meter atau lebih harus dicabut perizinannya sesuai dengan amanat UU no 26 tahun 2007.
  • Kawasan budidaya yang berada pada kawasan bergambut yang kurang dari 3 meter, harus dikelola dan diawasi dengan ketat.
  • Melakukan penegakan hukum terhadap perusahaan yang melakukan pembakaran lahan baik secara sengaja ataupun akibat dari kelalaian pengelolaan.
  • Menghentikan sementara (moratorium) aktifitas konversi lahan gambut serta melakukan riset dan pembuatan peta lahan gambut yang boleh dikonversi atau harus dilindungi sebagai kawasan bergambut atau kawasan rawan bencana.

Daftar Pustaka:

  1. http://www.detiknews.com/read/2009/02/18/154817/1086819/10/pemprov-riau-nilai-kebakaran-hutan-tidak-disengaja
  2. Kepres No 32 tahun 1990 tentang Pengelolaan Kawasan Lindung
  3. PP No 26 Tahun 2008 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional
  4. UU No 26 Tahun 2007 tentang penataan ruang
  5. http://id.wikipedia.org/wiki/Kebakaran_liar
  6. Draft Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi Riau 2001-2015
  7. Data Hotspot November 2000 sampai Juli 2008 satelit Modis (terra dan Aqua)

Kamis, 22 Mei 2008

Kamis, 08 Mei 2008

Posisi Kasus PT Lestari Unggul Makmur

Resume Berita di media sampai tanggal 7 mei 2007

Rabu, 02 April 2008

Riau pos

Desa yang masuk Kawasan HTI:

1.      Desa Nipah Sendanu

2.      Sungai Tohor

3.      Lukun

4.      Tanjung Gadai

5.      Kepau Baru

6.      Teluk Buntal

 

·        Menurut Kepala Desa Nipah Sendanu, Natiran, Di desa ini terdapat 500 lebih KK yang menggantungkan hidup dari hasil perkebunan, mayoritas kebun sagu.

·        Gubernur Riau HM Rusli Zainal SE MP, menginstuksikan agar izin HTI tersebut ditinjau ulang. ''Sudah ada surat dari Gubri yang kita teruskan ke Pemkab dan Dinas Kehutanan Bengkalis agar meninjau ulang izin,'' sebut Kadishut Riau Zulkifli Yusuf, ditemui Selasa (1/4). "

·        Gubri meminta dishut Bengkalis mendata ulang HTI. Bila masuk dalam kawasan perkebunan masyarakat, supaya kawasan di-inclave. "

HPHTI di Tengah Banjir

Kamis, 03 April 2008

·        di kawasan ini hutannya tinggal seribuan hektare saja?

·        pemerintah tidak serius turun ke lapangan saat mengukur lahan

·        HPHTI itu dikeluarkan sebelum amdalnya keluar

·        Hutan yang ada dibabat dan diambil kayunya. Kemudian lahannya ditinggal

·        kebakaran lahan jika musim kemarau, dan banjirlah jika musim hujan

·        Tak ada lagi kawasan penyerap air

·        masyarakat yang kebunnya ''digasak'' oleh HPHTI akan kehilangan mata pencaharian sehingga terancam menjadi masyarakat miskin

·        Jangan sampai izin yang dikeluarkan dengan alasan ''pembangunan dan ekonomi'' malah sebaliknya mendatangkan kesengsaraan bagi masyarakat

Thursday, 03 April 2008

Terbitnya SK Menhut RI

·        Desa Nipah Sendanu saja tidak kurang 500-an hektar lahan perkebunan sagu milik warga dipetakan pihak perusahaan sebagai lokasi yang masuk dalam izin HTI

·        karena SK Menhut tersebut tidak menjelaskan secara rinci batas-batas atau wilayah yang mendapat HTI

·        Pada tahun 2002 PT Perkasa Baru mendapat rekomendasi HTI oleh Menhut RI dan rekomendasi IPK Bupati Bengkalis untuk penanaman akasia.

·        tahun 2003 perusahaan menghentikan kegiatan karena menyerobot lahan perkebunan sagu milik warga.

·        tahun 2007 diduga anak perusahaan Arara Abadi mendapatkan kembali izin pengelolaan HTI

 

4 Maret

Kades se- Tebing Tingggi Tuntut PT Lestari Unggul Makmur ( Dinilai Mengambil Tanah Masyarakat)

 

  • Kepala Desa di Kecamatan Tebing Tinggi Kabupaten Bengkalis, Selasa (4/3) datang ke Gedung DPRD Riau
  • PT Lestari Unggul Makmur yang mengambil lahan masyarakat seluas 14.390 hektar:

1.      Kepala Desa Banglas Samsurizal

2.      Kepala Desa Tanjung Sari Kantan H

·        Anggota Komisi B DPRD Riau Drs Azwir Alimuddin MM "DPRD Riau siap memberikan dukungan dan bantuan kepada masyarakat yang merasa dirugikan dengan ulah perusahaan tersebut"

 

 

Saturday, 19 April 2008 14:36

Feature: Ketika Kebun Sagu Terancam Jadi HTI

·        produksi sagu basah 500 ton per bulan

·        Tidak pernah ada surat pemberitahuan dari pemerintah kepada masyarakat rencana pembangunan HTI

·        Dari 10.390 hektar izin HPHTI, kawasan hutan diperkirakan hanya 30 persen dan 70 persen lagi, saat ini adalah lahan masyarakat

·        surat rekomendasi dari Gubernur Riau dengan SK:552.2/Dishut/28.21 tanggal 9 Agustus 2006

·        Rekomendasi dari Wakil Bupati Bengkalis dengan SK: 522.1/PUK/270 tanggal 11 Mei 2006

·        Amdal dari Gubri SK no: Kpts.553.a/XI/2006 tanggal 20 November 2006.

·        SK menhut: Nomor 217/Menhut-II/2007 Tanggal 31 Mei

·        Hutan Produksi yang di Konversi (HPK) seluas 3.930 hektar dan Hutan Produksi Tetap seluas 6.460 hektar.

·        Di desa Nipah Sendanu terdapat sekitar 11 kilang pengolah tual sagu menjadi sagu basah

·        Dikhawatirkan berdampak terhadap matinya pohon sagu dan kelapa warga akibat pembuatan kanal-kanal

·        Menurut ketua DPRD Riau "Ada baiknya izin itu ditinjau ulang"

·        Menurut Kepala Dinas Kehutanan Provinsi Riau Zulkifli Yusuf "izin dikeluarkan belum pernah dilakukan survei ke lokasi sebelumnya"

 

Selasa, 15 April 2008 17:50

Ditolak Forum Kades,

Pembukaan HTI di Kawasan Penghasil Sagu Terbesar di Indonesia

  • menurut Dinas Kehutan Propinsi Riau, pembukaan HTI tersebut untuk kelangsungan pasokan kayu akasia perusahaan kertas Riaupulp yang belakangan kian menipis
  • "Masyarakat yang punya surat bisa inklaf (ganti rugi) dan masyarakat yang tidak punya surat tapi lahan tersebut punya bukti sudah digarap juga bisa di inklaf, (Dishut Riau)

 

 

Link Berita:

 

 

 

Peta Terkait: